Kasus Lahan Gereja Guntung Payung Berlanjut: Dari Kuasa Hukum Dicabut hingga Laporan Polisi

BANJARBARU,Sorottipikor.com//

— Proses hukum terkait sengketa lahan di belakang Gereja GPIB Effatha Guntung Payung, Kota Banjarbaru, Kalimantan Selatan, terus berlanjut dan kini merambah ke ranah pidana. Berdasarkan keterangan resmi dari Advokat Robert Hendra Sulu, S.H., M.H., selaku pimpinan Rumah Hukum Robert Hendra Sulu, dirinya telah melaporkan dua pendeta, masing-masing Pdt. Samrut Peloa, S.Th., dan Pdt. Yosep Bates Raku, S.Th., ke Kepolisian Resor Kota Banjarbaru atas dugaan perbuatan tidak menyenangkan dan pencemaran nama baik sebagaimana diatur dalam Pasal 310 KUHP.

Laporan dengan nomor register tertanggal 20 Mei 2025 tersebut menjelaskan kronologis sejak kedua pendeta memberikan kuasa hukum kepada Robert Hendra Sulu untuk mengurus pembuatan Sertifikat Hak Milik (SHM) atas sebidang tanah seluas ±2.700 meter persegi yang diperuntukkan sebagai tambahan lahan parkir gereja di kawasan Guntung Payung.

Dalam dokumen laporan disebutkan bahwa seluruh tahapan administrasi telah dilaksanakan sesuai prosedur hukum pertanahan, meliputi penerbitan peta bidang, penerimaan berkas permohonan di Kantor BPN Banjarbaru, serta pemeriksaan fisik di lapangan. Robert menegaskan bahwa pendampingan hukum terhadap para pihak dilakukan secara prodeo, sebagai bagian dari tanggung jawab profesi advokat sekaligus pengabdian kepada Tuhan Yang Maha Esa.

Pada 10 Mei 2025, pihak pemberi kuasa mengeluarkan surat pencabutan kuasa yang menurut Robert dinilai tidak sah secara formil dan tanpa alasan hukum yang jelas. “Pencabutan tersebut dilakukan sepihak dan menimbulkan keresahan di lingkungan jemaat, serta berpotensi mencederai nama baik profesi advokat,” ungkapnya dalam laporan tertulis.

Lebih lanjut, Robert menyatakan bahwa tindakan tersebut dapat dikategorikan sebagai pelanggaran etika profesional, mengingat hubungan hukum antara advokat dan klien didasarkan pada asas kepercayaan dan itikad baik. Ia juga mengutip pandangan ahli hukum Prof. Dr. Ridwan Halim, S.H. dan Dr. Riki Perdana Raya Waruwu yang menyebut bahwa kerugian moral advokat akibat tindakan klien yang tidak profesional merupakan bentuk pelanggaran terhadap integritas profesi hukum.

Secara bersamaan, perkara perdata Nomor 62/Pdt.G/2025/PN BJB tengah diperiksa di Pengadilan Negeri Banjarbaru dengan pihak tergugat yang sama. Proses mediasi yang dilakukan pada 27 Agustus 2025 dinyatakan tidak berhasil setelah salah satu pendeta menyampaikan pernyataan bahwa tanah seluas 2.700 meter persegi tersebut telah lunas dibayar.

Menanggapi hal itu, Robert Hendra Sulu yang bertindak sebagai kuasa hukum Ari Suseno (pemilik lahan) menerbitkan surat pemberitahuan tertanggal 11 September 2025 kepada Ketua RT 02/RW 01 Kelurahan Guntung Payung. Dalam surat tersebut ditegaskan bahwa pernyataan pelunasan tidak sesuai fakta hukum dan bertentangan dengan Surat Perjanjian tertanggal 17 Februari 2024 yang menunjukkan masih terdapat kewajiban pembayaran.

Sebagai upaya klarifikasi publik, Robert bersama klien telah memasang papan pemberitahuan kepemilikan tanah di lokasi belakang Gereja GPIB Effatha, dengan tulisan: “Tanah ini seluas ±2.700 m² dan bangunan adalah milik Ari Suseno berdasarkan Surat Sporadik Nomor 593/068/SPPFBT/Pem. tanggal 09 November 2021.” Berdasarkan keterangan dan dokumentasi yang diterima redaksi, papan tersebut telah terpasang di lokasi.

Surat pemberitahuan itu juga ditembuskan kepada Polres Banjarbaru, Kantor BPN Banjarbaru, Lurah Guntung Payung, Majelis Jemaat GPIB Effatha Guntung Payung, serta pihak klien terkait.

Hingga Jumat, 10 Oktober 2025, diketahui bahwa pihak kepolisian dijadwalkan memanggil para terlapor untuk dimintai keterangan. Sementara perkara perdata di Pengadilan Negeri Banjarbaru telah memasuki tahapan pembuktian.

Advokat Robert Hendra Sulu menegaskan bahwa langkah hukum yang ditempuh merupakan bentuk penegakan keadilan dan perlindungan martabat profesi hukum. “Pernyataan yang tidak benar dan menyesatkan di ruang hukum adalah bentuk manipulasi yang harus diluruskan secara hukum,” ujarnya.

Dalam keterangan terbarunya, Rabu (7/10/2025), Robert menyampaikan pandangannya atas perkara tersebut. “Bahwa predikat seorang pendeta sedang diuji dalam perkara pidana dan perdata atas diri dua orang pendeta, yakni Pdt. Samrut Peloa, S.Th., dan Pdt. Yosep Bates Raku, S.Th. Apa yang diuji bukan hanya sanksi hukum, tetapi juga tanggung jawab moral dan sosial. Mahkota seorang pendeta terletak pada kata dan perbuatannya,” tuturnya.

Pihak-pihak yang disebut dalam pemberitaan ini belum memberikan tanggapan resmi atas laporan dimaksud. Redaksi akan memuat hak jawab atau klarifikasi apabila telah diterima sesuai ketentuan Pasal 5 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers.

Seluruh keterangan dalam berita ini bersumber dari dokumen resmi Rumah Hukum Advokat Robert Hendra Sulu, S.H., M.H., yang salinannya diterima redaksi pada Selasa, 7 Oktober 2025.

(Tim)

Please follow and like us:

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *