Kekecewaan Ketua DPD Petir Bogor Raya Andre Kei Letsoin terhadap Majelis Hakim di Sidang PN Surabaya

Surabaya ,-+ Sorot Tipikor //
Andre Kei Letsoin, terdakwa dalam kasus pencurian dan kekerasan, menyampaikan kekecewaannya terhadap Ketua Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Surabaya. Melalui kuasa hukumnya, Abdul Salam, Letsoin mengkritik sikap hakim yang dianggap tidak objektif.

“Kami sangat kecewa dengan sikap hakim. Ada barang bukti flash disk yang bisa kita buka bersama di komputer untuk melihat jumlah pelaku. Hakim mengatakan ada lebih dari 10 orang, namun dalam kenyataannya hanya ada 4 orang. Ini menyangkut nasib seseorang, seharusnya hakim bisa objektif karena ancaman hukumannya 9 tahun,” ujar Abdul Salam, dikutip pada Senin (05/08/2024)

Abdul Salam juga membantah adanya kekerasan yang diatur dalam Pasal 365 Ayat (2) ke-2 KUHP seperti yang tercantum dalam dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU).

“Tidak ada kekerasan dalam kasus ini, itu adalah dakwaan tunggal. Saya harap pengadilan bisa bersikap objektif. Terdakwa hanya menjalankan surat kuasa penagihan. Saya meminta agar rekaman CCTV dibuka untuk melihat jumlah orang yang terlibat,” tambahnya.

Ia juga mengungkapkan bahwa Sidang telah berjalan tiga kali hingga Kamis depan, dengan saksi-saksi yang masih belum diperiksa.

“Hingga saat ini para saksi masih menguntungkan bagi klien kami, Mas Andre, karena ada indikasi rekayasa dari pihak korban dan polisi,” ucap Abdul Salam.

Sementara itu, terdakwa Letsoin menjelaskan bahwa utang yang terkait dengan kasus ini belum dilunasi.

“Pertama, masalah utang-utang itu katanya sudah dibayar. Kemudian, yang kedua terkait dengan Pasal 365 yaitu pencurian dan kekerasan. Saya perlu menjelaskan masalah urutan-urutan ini. Utang totalnya itu kurang lebih Rp. 66 miliar, dan mereka mencicil sedikit demi sedikit sehingga sisanya Rp.7,932 juta itu blm dilunasi,” jelas Letsoin.

“Perlu juga saya sampaikan bahwa waktu itu bertempat di Polsek Bersama-sama dengan Kapolsek Gayungan,Tim audit, Pengacara ibu Farida pak BUDI, anggota Kanit Kris Polsek Gayungan dan sekitar 6-7 orang anggota Polsek Gayungan. kita melakukan audit dan dari hasil audit itu tersisa Rp. 6,5 miliar yang harus dibayar oleh pihak Farida. Namun, mereka masih keberatan dan tidak mau membayar,” sambungnya.

Terdakwa Letsoin menambahkan bahwa dirinya tidak menyangka korban membuat laporan terkait pencurian. Karena dari awal sudah dilakukan mediasi, baik di Polsek Gayungan juga di Polrestabes.

“Sebelum saya ke PT Jabbaru milik Farida, saya membuat laporan dan meminta anggota Polsek Gayungan untuk ikut agar dapat memediasi persoalan kami dengan Farida selaku direktur PT Jabbaru,”ucapnya.

Dia juga menjelaskan bahwa waktu itu dirinya bersama 5 Orang teman datang ke kantor PT Jabbaru dengan harapan dan tujuan bisa bertemu langsung dengan Farida untuk menanyakan terkait hak hak dari Ruben yang belum dibayar atau di selesaikan oleh Farida.

Namun setelah sampai di kantor PT Jabbaru, Farida tidak mau bertemu. “Dia bersembunyi di dalam kantor, setelah itu saya meminta tolong kepada anggota Polsek untuk masuk dan memediasi kami, tapi ternyata setelah anggota Polsek itu masuk malah Farida keluar dan mau kabur bersama sopir nya membawa Mobil,” tuturnya.

“Tapi karena melihat saya di luar kantor Farida tidak jadi kabur malah masuk ke kantor, saya masih sempat minta tolong kepada Polisi dan orang Farida untuk Farida ketemu saya tapi Farida tidak mau. Akhir nya saya meminta kunci mobil dengan baik baik sama sopir nya, dan saya sampaikan kepada sopir nya, mobil ini bukan kami sita atau kami jadikan jaminan kami cuma meminta Farida ketemu kami dan menjelaskan terkait persoalan ini.
Dan tolong sampaikan ke Farida untuk ke Polsek dan bisa mengambil mobil nya di Polsek setelah ketemu dengan kita. Ini bukan kita ambil langsung bawa pulang Mobil ini kurang lebih kita pakai sekitar 4 bulan di Surabaya, untuk mediasi,” jelas terdakwa.

Letsoin juga mengatakan bahwa ia ditangkap di Bogor dan dibawa ke Poltabes Surabaya untuk menandatangani BAP yang tidak pernah dilakukannya.

“Di Poltabes saya di suruh tanda tangan BAP sementara saya tidak pernah di BAP. Saya bilang saya belum tahu apa yang harus saya tanda tangani. Kemudian Polisi penyidik, menyuruh saya tanda tangan dan tidak banyak bicara. Tentu saja saya menolak, Karena saya tidak pernah merasa di BAP tapi langsung di jadikan tersangka Tanpa mendengar penjelasan dari saya. Penyidik sendiri lalu membuat berita penolakan BAP dan akhirnya saya di masukan ke dalam penjara tanpa penjelasan lebih lanjut,”beber terdakwa.

Terdakwa juga menegaskan bahwa dirinya bukan menolak BAP. ” Saya menegaskan bahwa saya tidak pernah menolak untuk di BAP tapi yang terjadi adalah saya dipaksa penyidik untuk menandatangani BAP yang sudah jadi,” tegas Terdakwa.

Kasus ini terus berlanjut dan telah dilimpahkan ke pengadilan Tinggi Surabaya. Terdakwa yang juga selaku Ketua DPD Petir Bogor Raya berharap agar keadilan dapat ditegakkan. “Kami ingin pengadilan bersikap objektif dan melihat bukti-bukti yang ada secara fair. Hak-hak saya harus dipertimbangkan,” tutupnya.

Pewarta : Yanny.

 

Please follow and like us:

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *