Praperadilan Menang, Ishak Hamzah Bongkar Dugaan Kriminalisasi Terstruktur di Polrestabes Makassar

Makassar,Sorottipikor.com//

– Kemenangan praperadilan Nomor 29/Pid/2025/PN Makassar menjadi titik balik penting bagi Ishak Hamzah, warga Makassar yang sempat ditahan 58 hari di Polrestabes Makassar. Putusan ini dinilai membuka tabir dugaan kriminalisasi dan rekayasa hukum terstruktur oleh oknum aparat di jajaran Polrestabes Makassar dan Polda Sulsel.

Kuasa hukum Ishak, Maria Monika Veronika Hayr, S.H., menegaskan agar Propam Polda Sulsel tidak tutup mata dan segera menindak para penyidik yang dinilai melanggar hukum dan hak asasi manusia.
“Kami mendesak agar dilakukan PTDH terhadap oknum penyidik yang terlibat. Jangan biarkan integritas Polri runtuh karena pembiaran,” ujarnya tegas.

Ishak ditetapkan tersangka dalam kasus dugaan penyerobotan tanah (Pasal 167 KUHP) dan penggunaan surat palsu (Pasal 263 ayat 2 KUHP). Namun, menurut tim hukumnya, penetapan itu dilakukan tanpa dasar bukti kuat. Salah satu bukti yang digunakan disebut hanya berupa salinan buku F kelurahan, yang tidak memiliki kekuatan hukum otentik.

Maria juga menyoroti adanya dugaan rekayasa dokumen dan keberpihakan penyidik terhadap pelapor, Hj. Wafiah Sahrier dan H. Rahmat alias Beddu. Padahal, hasil pemeriksaan menunjukkan dokumen tanah yang disengketakan merupakan hasil pemindaian (scan) yang diduga dibuat oleh pihak pelapor sendiri.

Kasus ini bermula dari transaksi jual beli tanah pada 2008 antara keluarga Ishak Hamzah dan H. Rahmat. Namun, setelah pembayaran tidak dilunasi, dokumen tanah justru berpindah tangan dan muncul dalam bentuk scan. Sejak itu, Ishak melaporkan dugaan penggelapan dan pemalsuan surat tanah ke Polrestabes Makassar (tahun 2012 dan 2019), namun laporan tersebut tidak ditindaklanjuti.

“Kami melihat adanya pola kriminalisasi. Laporan klien kami diabaikan, sementara laporan pihak lawan diproses kilat,” kata Maria.

Ia menilai, tindakan penyidik yang mengabaikan bukti kuat justru menunjukkan indikasi obstruction of justice. Bahkan, perbedaan administratif dalam data tanah dijadikan alasan untuk menjerat Ishak, meski sudah ada surat perbaikan resmi dari pengadilan.

Selama 58 hari ditahan, Ishak mengaku mengalami tekanan mental dan sosial berat. “Saya hanya memperjuangkan hak warisan keluarga, bukan melakukan kejahatan,” ujarnya lirih.

Kini, usai memenangkan praperadilan, tim hukum menuntut Propam Polda Sulsel untuk turun tangan dan menindak tegas oknum yang terlibat.
“Jangan biarkan lembaga pengawasan menjadi mandul. Ini momentum untuk mengembalikan kepercayaan publik terhadap Polri,” tegas Maria Monika.

Kasus Ishak Hamzah menjadi peringatan keras bagi penegak hukum agar tidak menyalahgunakan kewenangan. Publik kini menanti langkah nyata Propam—apakah berani menindak, atau membiarkan dugaan kriminalisasi ini tenggelam tanpa keadilan.

(Tim)

Please follow and like us:

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *