Ormas PETIR Laporkan PT Prima Indah Lestari ke Kementerian Ketenagakerjaan, Semy Manafe: Kami Datang untuk Maksud Damai
Jakarta,– Sorot Tipikor //
Tanggung jawab sebuah perusahaan tak sebatas membayar pajak kepada negara. Patuh dan melaksanakan undang-undang yang mengatur tentang hak-hak dan kewajiban tenaga kerja merupakan tanggung jawab yang tak boleh diabaikan.
Sayangnya, masih terlalu banyak perusahaan di negeri ini yang dengan gampang mengabaikan ketentuan dan regulasi yang berlaku. Mereka bisa dengan mudah memutus hubungan kerja dengan karyawannya tanpa alasan yang memadai. Bahkan mereka sendiri yang mendesak karyawan untuk menulis surat pemutusan kerja tersebut.
Hal ini dialami oleh suami istri Timo dan Yuna saat dipaksa menandatangani surat pemutusan hubungan kerja dengan PT Prima Indah Lestari. Timo yang sudah bekerja belasan tahun di perusahaan itu diminta mengundurkan diri dan dibayar seadanya, tanpa mengikuti ketentuan regulasi yang berlaku.
Demikian pula, Yuna, sang istri, yang bekerja di perusahaan yang sama, juga diminta mengundurkan diri tanpa diberi penjelasan mengapa dia dipaksa tinggalkan pekerjaannya di situ.
Merasa tak melakukan pelanggaran, Timo menghadap pimpinan dan bertanya alasan dirinya diminta mengundurkan diri. Hal yang sama dilakukan sang istri, Yuna.
Mereka sangat heran ketika mengetahui surat permohonan pengunduran diri itu justru dibuat oleh manajemen PT Prima Indah Lestaris dan keduanya diminta untuk membubuhkan tanda tangan sebagai tanda persetujuan, padahal keduanya tak meminta mengundurkan diri dari perusahaan.
Perkara ini kemudian dikemukakan kepada Ormas Petir (Persatuan Indonesia Timur) untuk membantu mencari jalan keluar. Ormas Petir berdiri dengan salah satu tujuannya membantu warga Indonesia Timur di tanah rantau).
Minggu lalu, Timo dan Yuna bersama pendamping mereka sudah coba sambangi PT Prima Indah Lestari. Sudah terjadi dialog antara kedua pihak. Namun, sampai waktu yang disepakati, belum ada respons dari PT Prima Indah Lestari.
Oleh sebab itu, hari ini, Rabu (23/4/2025), Ormas Petir bersama klien mereka, Timo dan Yuna, mendatangi Kementerian Tenaga Kerja RI. Mereka diterima dengn baik.
“Aura penuntutan kami saat ini adalah damai. Kami tidak datang dengan rasa dendam, atau mencari kesalahan pabrik maupun klien kami. Namun ini adalah momen dimana klien kami Ibu Juni dan suaminya, Bapak Timo menitipkan kekecewaan mereka kepada pemerintah. Kami datang dengan jiwa profesional, kami datang dengan cara yang baik,” ujar Pembina PETIR, Semy Manafe di Kemenaker RI, Jakarta, Rabu (23/4/2025).
Semy mengapresiasi Kementerian Tenaga Kerja RI yang memberi karpet merah, menerima Ormas PETIR dan kliennya, Timo dan istrinya Yuna akibat diperlakukan tak manusiawi dari PT Prima Indah Lestari.
“Kami datang kemari bukannya ujug-ujug datang ke sini. Kami sudah melewati beberapa proses dan kami anggap proses-proses itu sudah benar. Pada saat Timo dan Yuna mengalami diri dizalimi, mereka datang ke pihak pabrik. Ternyata disana tidak ada solusi. Maka kami beranggapan di Kemenaker inilah tempat yang paling tepat, karena semua produk undang-undang tenaga kerja digodok di sini. Kami datang kemari untuk mencari keadilan,” ujar Semy Manafe.
Selanjutnya, Semy mengatakan, PETIR bukan organisasi yang dilahirkan untuk mencari-cari orang yang bermasalah. “Kita hadir, kita duduk, kita diam. Siapa pun dia. Bukan orang Indonesia timur saja. Dari suku bangsa, ras, dan agama mana saja, kalau mereka butuh bantuan kami, kami akan datang. Karena kami akan hadir, itulah tujuan kami PETIR bisa menjadi berkat untuk semua orang,” paparnya.
Lince Mbalur, Ketua Perempuan Indonesia Timur di PETIR, mengatakan dirinya bicara tentang hak dan kebebasan perempuan dalam bekerja.
“Jadi di sini banyak ketidakadilan yang dilakukan oleh PT Prima Indah Lestari terhadap adik perempuan kita. Ketika dia bekerja, dia mengalami keguguran. Menurut aturan undang-undang, dia harus mendapat masa cuti minimal satu bulan setengah. Tapi perusahaan hanya memberi cuti seminggu. Ini termasuk dalam kategori kekerasan terhadap perempuan,” jelas Lince.
Lince bertekad membawa masalah ini ke Komnas Perempuan dan Perlindungan Anak. Dia berharap, PT Prima Indah Lestari tidak menganggap Yuna dan Timo sekadar manusia yang bisa injak-injak harga diri dan kepalanya serta hak-hak hidupnya.
“Saya sebagai perempuan Indonesia timur berharap jangan ada lagi diskriminasi terhadap anak-anak timur, terutama perempuan timur. Catat ini, ya, PT Prima Indah Lestari. Kami datang ke Kementerian Ketenagakerjaan, karena kami percaya disinilah tempat kita menuntut keadilan dan mendapatkan keadilan yang seadil-adilnya.
Saat ini kami fokus memberi perlindungan terhadap para pekerja perempuan. Banyak pelanggaran verbal dilakukan PT Prima Indah Lestari terhadap Ibu Yuna. Kita akan berjuang terus sampai hak-hak Ibu Yuna diperoleh dengan baik,” tutur Lince.
L. Fares, Ketua Petisi Hukum PETIR mencium ada persoalan hukum dalam kasus ini, karena ada upaya merampas kemerdekaan pekerja, ada upaya untuk menghilangkan hak-hak Timo dan Yuna sebagai pekerja, sebagaimana diatur undang-undang terkait pemutusan hubungan kerja (PHK). Perusahaan wajib memberikan surat pernyataan pemutusan hubungan kerja.
“Namun yang terjadi hari ini, Timo dan Yuna mengalami hal yang diluar ketentuan undang-undang tersebut. Saudara kita dipaksa membuat surat pengunduran diri, padahal itu tidak dikehendaki. Banyak hak-haknya yang dirampas dan dikebiri. Untuk itu, hari ini kami datang ke Kementerian Ketenagakerjaan karena kita percaya di sinilah tempat hukum itu ditegakkan.
Di sini kita bisa melihat banyak cacat yang ada pada PT Prima Indah Lestari. Misalnya, tidak ada perjanjian kerja, tak ada penetapan besaran gaji pokok sesuai dengan ketentuan upah minimum. Selain itu seharusnya ada perhitungan tersendiri bila pekerja memiliki keahlian tertentu. Itu harus transparan.
“Yang terjadi di perusahaan ini, ketentuan seperti itu diabaikan. Ini berarti perusahaan melakukan pembangkangan hukum.Kita mau minta Kemenaker menindak pelanggaran-pelanggaran ini,” tutup Farez. (Yani / Team).