Rencana Revitalisasi Trotoar di Kawasan Akses Masuk Stasiun Kejaksan, Kota Cirebon Memicu Gelombang Protes
Cirebon — Sorottipikor.com // Rencana revitalisasi trotoar di kawasan akses masuk Stasiun Kejaksan, Kota Cirebon memicu gelombang protes dari warga dan para pedagang setempat. Pelebaran trotoar yang menjadi bagian dari proyek tersebut dinilai justru akan mempersempit badan jalan dan berpotensi memperparah kemacetan.
Pada Jumat pagi (14/11/2025), warga dan pedagang berkumpul untuk melakukan pertemuan dengan sejumlah pihak. Bahkan, kehadiran perwakilan PT KAI Daop 3 Cirebon di lokasi sempat diprotes karena warga merasa tidak pernah mendapatkan sosialisasi terkait pelebaran trotoar tersebut.
Warga dan Pedagang Mengaku Bingung: “Tidak Ada Sosialisasi”
Menurut warga, mereka tidak menolak rencana perbaikan atau revitalisasi trotoar. Namun pelebaran yang dilakukan tanpa sosialisasi menimbulkan tanda tanya besar.
“Kami dari pelaku usaha di sini merasa keberatan dengan adanya pelebaran trotoar. Revitalisasi trotoar tidak masalah, tapi pelebarannya ini yang jadi persoalan,” ujar salah satu warga sekaligus pelaku usaha setempat.
Ia menambahkan bahwa dalam kondisi normal saja ruas jalan di depan Stasiun Kejaksan sudah sering macet. Penyempitan jalan akibat pelebaran trotoar dikhawatirkan akan memperburuk arus lalu lintas.
“Sebelumnya saja jalan sudah lebar tapi tetap macet. Kenapa sekarang malah disempitkan? Imbasnya nanti bagaimana?” keluhnya.
Juli juga menyoroti persoalan akses parkir yang semakin terbatas. “Di sini saja parkir sudah susah. Kalau jalannya disempitkan, makin macet dan makin susah parkir,” tambahnya.
Warga Baru Tahu Setelah Proyek Dimulai
Ketua RW 06 Tanda Barat, Kelurahan Kebon Baru, Ahmad Jaini, turut menyampaikan keberatan. Ia menyebut warga baru mengetahui bahwa proyek tersebut adalah pelebaran trotoar setelah pekerjaan mulai berjalan sejak Senin pekan ini.
“Warga awalnya mengira ini hanya perbaikan trotoar biasa. Ternyata pembangunannya hampir mengambil setengah badan jalan,” ungkapnya.
Menurutnya, pelebaran tersebut dapat mengganggu aktivitas ekonomi warga karena konsumen akan kesulitan parkir dan akses toko menjadi lebih terbatas.
Dalam pertemuan warga, setidaknya ada tiga tuntutan yang disampaikan:
Pelebaran trotoar dihentikan sementara hingga ada kesepakatan dengan warga.
Akses jalan dan parkir dipertimbangkan ulang.
Perbaikan drainase harus dilakukan, bukan hanya trotoar.
“Saya hanya menyampaikan aspirasi warga dan akan meneruskannya hingga tingkat kelurahan, kecamatan, bahkan ke PT KAI. Warga meminta ada pertemuan resmi dulu,” ujar Ahmad.
KAI Daop 3: Program Ini Merupakan Penataan Kota
Menanggapi keluhan tersebut, Manager Humas KAI Daop 3 Cirebon, Muhibbuddin, menjelaskan bahwa proyek penataan trotoar merupakan program Pemerintah Kota Cirebon.
Tujuannya adalah mempercantik wajah kota, khususnya di kawasan stasiun yang menjadi pintu masuk para wisatawan.
“Trotoar di Jalan Stasiun Kejaksan ini adalah wajah Kota Cirebon. Pak Wali Kota ingin tampilannya lebih baik, seperti kawasan Malioboro di Yogyakarta,” ucapnya.
Ia menegaskan bahwa pelebaran trotoar bertujuan meningkatkan kenyamanan pejalan kaki. Nantinya trotoar akan dilengkapi taman, lampu hias, dan berbagai elemen estetika kota.
Terkait kekhawatiran warga mengenai desain bangunan di gambar proyek, Muhibbuddin meluruskan bahwa gambar tersebut hanya ilustrasi teknis.
“Yang terlihat seperti tembok itu sebenarnya bukan tembok. Hanya gambar untuk mempermudah visualisasi,” jelasnya.
Setelah mendengar masukan warga, pemerintah akhirnya menyetujui penyesuaian lebar jalan. Jalan yang tadinya direncanakan 4,5 meter kini akan dibuat menjadi 5,5 meter.
“Pak Wali Kota sudah menyetujui jalan diperlebar menjadi 5,5 meter. Sehingga masih memungkinkan untuk dua jalur mobil,” ujarnya.
Kurang Sosialisasi, Pelebaran Trotoar Tuai Keluhan Warga
Sementara itu, Ketua DPD Sang Prabu Cirebon Raya, Andry Fernandy, ST., mengungkapkan bahwa banyak warga dan pedagang mengeluhkan proyek pelebaran trotoar yang kini berlangsung di kawasan tersebut. Ia menilai pemerintah daerah—dalam hal ini Wali Kota, dinas terkait, serta PT KAI—tidak memberikan sosialisasi yang jelas sebelum pekerjaan dimulai.
Andry menyebut, informasi yang diterima masyarakat sebelumnya hanya menyinggung soal revitalisasi trotoar. Secara umum, publik memahami istilah tersebut sebagai perbaikan, bukan pelebaran. Karena itu, ketika trotoar justru melebar hingga menyempitkan ruas jalan, warga merasa terkejut dan keberatan.
“Kurangnya koordinasi antarinstansi turut memperkeruh situasi. Warga menilai pemerintah daerah gagal membangun komunikasi yang baik, baik dengan PT KAI maupun dengan masyarakat yang terdampak langsung,” ujarnya.
Minimnya sosialisasi membuat proyek yang seharusnya memberikan manfaat justru menimbulkan ketidaknyamanan. Pedagang dan pengguna jalan merasa aktivitasnya terganggu dan kepentingannya terabaikan. ( Tim )

