Arif Fadilah (Founder IFF): Indonesia Butuh Vaksin Virus Radikal.

Jakarta,– Sorot Tipikor //
Indonesia Future Forum (IFF) telah menyelenggarakan diskusi publik dengan tema “Khilafatul Muslimin: Lembar Merah Moderasi Beragama di Indonesia”. Turut hadir narasumber diantaranya yaitu R.M. Wibawanto Nugroho Widodo, M.A., Ph.D. (Waka Bid. Hankam IKAL Lemhanas Strategis Centre/Direktur Internasional, DIP Institute), M. Sofi Mubarok, M.H.I. (Penulis Buku Kontroversi Dalil-Dalil Khilafah), dan Takiyudin, M.A. (Kandidat Doktor Dar El Hadits El Hassania, Rabat Morocco). Kegiatan tersebut dilaksanakan secara daring dengan peserta terdiri dari bermacam-macam wilayah. Sabtu, (25/06/22).

Arif Fadilah (Founder IFF) menyampaikan munculnya organisasi Khilafatul Muslimin dalam ruang publik merupakan pertanyaan mendasar tentang perkembangan moderasi beragama di Indonesia. pasalnya ini bukan merupakan pertama kalinya Indonesia terjangkit Virus Radikalisme, Ia Juga menambahkan bahwa ini menjadi masalah yang besar, yang harus ditangani secara serius, bukan hanya memotong dahan radikal akan tetapi harus dicabut dari akar, agar tidak ada lagi kelompok yang mencoba untuk memecah belah bangsa Indonesia atau mencoba mengganti falsafah bangsa, yaitu Pancasila.

Sofi Mubarok memaparkan fakta bahwa Khilafatul Muslimin menilai orang yang berpemikiran Islam moderat merupakan kaum munafik. Sofi menegaskan bahwa cara mendeteksi kelompok ekstrimis dapat dilihat dari tema propagandanya.

Wibawanto menambahkan bahwa ideologi radikal di Indonesia berpatokan terhadap sikap tidak mengakui terhadap pancasila. Berdasarkan riset yang telah dilakukannya, ideologi radikal tidak berafiliasi dengan NU atau Muhammadiyah, atau jaringan-jaringan sosial lainnya. Kelompok mereka akan membentuk komunitas tersendiri.

“Ideologi adalah bahan bakar mesin pembangunan bangsa di tengah persaingan dunia. Harus terus ditransformasikan tanpa mengubah esensi dan eksistensialisme. Harus dibedakan antara ideologi sebagai mitos-propaganda; ideologi sebagai framing, paradigms, discourses, dan narratives; dan ideologi sebagai filsafat dan implementasi kebijakan publik.” Tegas Wibawanto.

Intisari dari sikap beragama dan bernegara dapat ditinjau dari “laa ikraha fiddiin”, pada dasarnya tidak ada paksaan dalam beragama. Menurut Takiyudin, pertanyaan penting yang perlu dijawab oleh manusia yaitu “Mengapa manusia tidak menjalankan nilai-nilai Islam?”, bukan “Mengapa manusia tidak mendirikan negara Islam”. Begitu yang disampaikannya dalam sesi terakhir.
Takiyudin juga memberitakan bahwa negara Maroko sangat menghargai jasa bangsa Indonesia dengan ideologi Pancasila yang dimiliki. Salah satu contohnya, terdapat nama Jalan Soekarno. Bahkan nama Jalan Jakarta dan Bandung ditulis dengan ejaan lama. (Red).

Please follow and like us:

Leave a Reply

Your email address will not be published.