Rencana Pemindahan Kantor Gubernur Sumsel Diduga Bermasalah.

Palembang,– sorottipikor.com l
Mega proyek pemindahan kantor Gubernur Sumatera Selatan (Sumsel) terus mendapat sorotan dari pegiat anti korupsi, Bony Balitong.

Menurutnya, Perubahan kontrak pekerjaan site developmemt Kramasan pada pekerjaan timbunan terkesan belum mempunyai dasar hukum. Pengadaan pasir urug dan pemadatan dirubah dengan timbunan tanah dan pemadatan melalui Contrac Change Order (CCO) menjadi polemik karena pengadaan tanah timbun tidak melalui proses lelang.

“Kalau item tanah urug ada di dalam kontrak kerja maka di mungkinkan untuk perubahan volume pekerjaan, Namun bila tidak ada item tanah urug dalam kontrak maka perubahan pasir ke tanah urug jelas bermasalah,” kata Bony dalam keterangannya, Selasa (24/8/2021).

“Perubahan item ini berpotensi melanggar Undang – undang No. 5 tahun 1999 tentang larangan praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat karena harga tanah timbun plus pemadatan tidak dalam proses lelang sehingga harga yang ditetapkan pada perubahan item pasir ke tanah tanpa dasar hukum,” terang Bony

Bony menuturkan penunjukan langsung adalah metode pemilihan penyedia barang atau jasa dengan cara menunjuk langsung satu penyedia barang jasa yang berlaku sebagai salah satu metode pengadaan barang jasa oleh Pemerintah.
Penunjukan langsung ini bukan metode yang umum, dan dapat dilakukan dalam keadaan tertentu dan atau apabila pengadaan barang/ konstruksi/jasanya bersifat khusus.

Penunjukan Langsung dilakukan dengan mengundang 1 (satu) Penyedia Barang/Pekerjaan Konstruksi/Jasa Lainnya yang dinilai mampu melaksanakan pekerjaan dan/atau memenuhi kualifikasi.

Penunjukan Langsung dilakukan dengan negosiasi baik teknis maupun harga sehingga diperoleh harga yang sesuai dengan harga pasar yang berlaku dan secara teknis dapat dipertanggungjawabkan.

Kriteria keadaan tertentu yang memungkinkan dilakukan Penunjukan Langsung terhadap Penyedia Barang/Pekerjaan Konstruksi/Jasa Lainnya meliputi penanganan darurat yang tidak bisa direncanakan sebelumnya dan waktu penyelesaian pekerjaannya harus segera/tidak dapat ditunda untuk pertahanan negara, keamanan dan ketertiban masyarakat, keselamatan/perlindungan masyarakat yang pelaksanaan pekerjaannya tidak dapat ditunda/ harus dilakukan segera, termasuk akibat bencana alam dan/atau bencana non alam dan/atau bencana sosial dalam rangka pencegahan bencana dan/atau akibat kerusakan sarana/prasarana yang dapat menghentikan kegiatan pelayanan publik.

Terkait dengan pekerjaan site development Kramasan dengan kontrak Rp. 145 milyar lebih, klausal perubahan kontrak harusnya melalui metode penunjukkan langsung dengan memutuskan kontrak sampai dengan rencana perubahan item kontrak pasir menjadi tanah. Namun sebelumnya harus dilakukan perencanaan ulang terkait FS, harga material dan dasar perubahan pasir menjadi tanah.

“Tanggung jawab terkait dasar hukum perubahan kontrak berada di tangan Kejaksaan Tinggi Sumatera Selatan karena MOU pendampingan sebelum pengadaan jasa site development Kramasan”, terang Feri Kurniawan Pengamat Kebijakan Publik dan juga pegiat anti korupsi.

“Walaupun terkesan melanggar aturan pengadaan barang jasa serta tanpa perencanaan ulang maka semua tanggung jawab administrasi dan hukum tanggung renteng oleh Datun Kejati Sumsel”, jelas Feri Kurniawan.

“Disayangkan BPK RI tidak melakukan audit tertentu dengan meminta pendapat LKPP dan BPKP agar tidak terjadi polemik yang menyeret – nyeret Datun Kejati Sumsel, apalagi CCO pasir ke tanah nilainya puluhan milyar rupiah”, pungkas Feri Kurniawan. (Tim).

Please follow and like us:

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *