16 Jam Ekspedisi Ciliwung Bogor-Jakarta, Bima Arya: PR-nya Banyak, Harus Kerja Bareng dari Hulu ke Hilir
Bogor,–Sorottipikor.com l Wali Kota Bogor Bima Arya bersama Komunitas Peduli Ciliwung berhasil menuntaskan ekspedisinya dalam waktu 16 jam dalam pengarungan sungai Ciliwung sepanjang 70 kilometer menggunakan perahu karet tepat di Hari Pahlawan 10 November 2020 dan Hari Ciliwung 11 November 2020.
Pintu Air Manggarai, Jakarta, menjadi titik akhir ekspedisi Bima Arya dan tim setelah sebelumnya melintasi wilayah mulai dari Kota Bogor, Kabupaten Bogor dan Kota Depok. Tidak sekedar pengarungan, ada misi yang ingin disampaikan dalam kegiatan tersebut.
“Kami banyak mencatat, sepanjang perjalanan kami rekam semuanya. Ada titik pembuangan sampah, pembuangan limbah. Jadi, titik warga yang buang sampah di sungai kita catat. Dari Bogor sampai Depok ada 34 titik. Tapi dari Depok sampai Manggarai itu ada ratusan titik. Kemudian ada limbah yang dibuang langsung ke sungai, kebanyakan pabrik tahu. Dari Bogor sampai Depok ada 11 (pabrik tahu), dari Depok sampai Jakarta ada belasan juga,” ungkap Bima Arya.
“Kan pertanyaannya begini, kata orang-orang selalu bilang kiriman banjir dari Bogor. Ini harus clear. Seberapa besar kiriman banjir dari Bogor. Seberapa besar penyumbang banjir di Jakarta. Tapi kalau kita lihat datanya, ternyata sebagian besar sampah dan limbah lokasinya dari Depok ke sini (Jakarta). Kalau dari Bogor sampai Depok vegetasinya masih hijau,” tambahnya.
Bima Arya menyatakan bahwa Ciliwung ini adalah urusan bersama. “PR-nya banyak, kerja bareng dari hulu ke hilir. Jadi, kesimpulannya kalau kita tidak serius, kalau kita tidak kerjasama, akan begini-begini saja. Ini lihat datanya. Ketika dari Depok ke Jakarta itu airnya semakin bau, semakin cokelat, semakin banyak kiri kanannya itu timbunan sampah, baik yang dibawa banjir maupun sampah dari warga yang tinggal di sepanjang aliran sungai,” ujar Bima.
“Kalau kita sama-sama serius membuat Ciliwung ini bersih, kemudian air itu terserap di hulunya, terserap di Kabupaten Bogor, terserap di Kota Bogor, terserap di Kota Depok, (aliran air) yang ke Jakarta juga akan semakin berkurang,” tandasnya.
Di Kota Bogor, lanjut Bima, sudah melakukan sejumlah program terkait lingkungan. Selain menerapkan program pengurangan penggunaan kantong plastik di retail modern, juga membentuk Satgas Ciliwung.
“Kami melakukan apa yang bisa dilakukan di Kota Bogor. Ada Satgas Ciliwung yang tugasnya bersihkan sampah, normalisasi saluran air, edukasi kepada warga. Tapi data yang kami dapat ini akan kami sampaikan kepada kepala daerah masing-masing. Kelihatannya kita perlu banyak dibantu juga di wilayah Depok. Karena kalau Depok sampai Jakarta ini tergarap, banjir Jakarta akan jauh lebih berkurang,” terang Bima.
Selain itu, kata Bima, ada hal jauh lebih penting lagi, yakni membangun infrastruktur untuk membentuk kultur. “Jadi kampung-kampung di situ dibangun IPAL-nya, dibangun sistem sampahnya, supaya orang tidak buang sampah sembarangan, tidak buang air sembarangan. Kan tidak mungkin melarang orang buang sampah tapi tempat sampahnya tidak ada, melarang warga buang air tapi IPAL-nya tidak dibangun,” jelasnya.
“Ini PR kita. Dan kami ingin sampaikan juga kepada bapak Presiden, Kementerian PUPR, supaya Ciliwung ini diperhatikan betul. Ciliwung ini urusan bersama. Kalau kita serius di hulu tapi di hilirnya tidak, ya percuma. Serius di hilir tapi dihulunya tidak ya juga sama saja. Saya optimistis bisa karena banyak komunitas, banyak penggiat lingkungan hidup, banyak warga juga yang siap membantu, tadi pada semangat ya. Tinggal pemerintahnya mendorong,” pungkas Bima.
Dalam pengarungan tersebut, diikuti 12 perahu karet dari Bogor ke Depok yang berisikan para penggiat lingkungan, seperti Komunitas Peduli Ciliwung dan Satgas Ciliwung serta didukung oleh Federasi Arung Jeram Indonesia (FAJI) dan unit rescue dari Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD).
Tiba di Depok, tim memutuskan untuk bermalam dan melanjutkan ekspedisi hari kedua dari Depok menuju Pintu Air Manggarai, Jakarta. Pada hari kedua ini tim dibantu perahu bermotor untuk memudahkan pengarungan karena alirannya sangat datar. Sesekali perahu motor yang ditumpangi tim harus mati mesin karena tersumbat sampah. Hingga pada akhirnya tim tiba Pintu Air Manggarai. (Fahri)